Tuesday, April 14, 2020

Salah Kaprah, Kepramukaan Jadi Mata Pelajaran Wajib di SD

Salah Kaprah, Kepramukaan Jadi Mata Pelajaran Wajib di SD


Salah Kaprah, Kepramukaan Jadi Mata Pelajaran Wajib di SD

Fauzi Kromosudiro      14 November 2012 

Yogyakarta (14/11) Mulai tahun 2013 pemerintah akan merubah kurikulum Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, serta Sekolah Menengah Kejuruan dengan menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis test dan portofolio saling melengkapi. Jumlah mata pelajaran akan diringkas menjadi tujuh, yaitu pendidikan agama, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, matematika, seni budaya dan prakarya, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, serta Pramuka.
”Khusus untuk Pramuka adalah mata pelajaran wajib yang harus ada di mata pelajaran, dan itu diatur dalam undang-undang,” kata Nuh sebagaimana dikutip Ciputranews dan Jogja Tribunnews hari ini (14/11).
Padahal baik dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka tidak mengatur adanya ketentuan kewajiban pelaksanaan pendidikan kepramukaan di sekolah, khususnya Sekolah Dasar.
Pada hakekatnya Gerakan Pramuka adalah organisasi yang bersifat independen, yang menyelenggarakan pendidikan kepramukaan. Jadi yang menyelenggarakan pendidikan kepramukaan adalah Gerakan Pramuka, bukan sekolah. Satuan pendidikan kepramukaan adalah gugusdepan yang bisa jadi berpangkalan di sekolah sebagai satuan pendidikan formal. Artinya sekolah hanya merupakan pangkalan saja bagi Gugusdepan Gerakan Pramuka.
Kebijakan pemerintah yang menetapkan pendidikan kepramukaan sebagai mata pelajaran wajib sudah sangat keliru dalam memahami Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Tidak ada satu ayat atau pasal pun yang dapat dijadikan dasar sebagai pewajiban pendidikan kepramukaan sebagai mata pelajaran.
Karena pendidikan kepramukaan dipandang baik dan efektif dalam rangka membentuk karakter anak bangsa, maka pendidikan kepramukaan dijadikan mata pelajaran. Padahal upaya ”menyekolahkan” pendidikan kepramukaan atau memasukkan gugusdepan di sekolah pada awal orde baru merupakan awal eliminasi praktek latihan kepanduan. Karena latihan kepanduan yang efektif dalam mendidik anak dan remaja telah berubah menjadi pelajaran kepramukaan.
Fakta menunjukkan bahwa kebijakan mewajibkan pendidikan kepramukaan pada jenjang sekolah dasar tidak mampu menolong upaya bangsa ini dalam pengembangan karakter bangsa yang mulia. Karena pendidikan kepramukaan telah kehilangan roh dan jati dirinya. Bukan lagi latihan kepanduan, tapi telah menjelma menjadi pelajaran kepramukaan.
Menurut pasal 11 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, disebutkan bahwa pendidikan kepramukaan dalam sistem pendidikan nonformal masuk dalam jalur pendidikan nonformal. Nah ketika Mendikbud mengatakan ”itu dalam undang-undang”, undang-undang yang mana? Bukannya malah jadi salah kaprah? Jika pendidikan kepramukaan dalam konteks kurikulum sekolah dipandang sebagai kegiatan ekstra kurikuler, masih mending karena berarti masih eksis sebagai bentuk pendidikan nonformal.
Namun jika menjadi mata pelajaran, apakah itu tidak bertabrakan dengan undang-undang pak Menteri? Juga salah kaprah! Dan lebih penting lagi akan mereduksi filosofi dan jati diri pendidikan kepramukaan.
Upaya merevitalisasi Gerakan Pramuka bukan dengan cara seperti ini, yaitu menjadikan pendidikan kepramukaan sebagai mata pelajaran. Pun upaya mengandalkan pendidikan kepramukaan sebagai salah satu pembentuk karakter anak dan remaja tidak dengan kebijakan seperti ini.
Gerakan Pramuka adalah organisasi non pemerintah, tidak bisa diintervensi dengan kebijakan pemerintah. Namun pemerintah wajib membantu mengembangkan Gerakan Pramuka agar mampu bergerak maju dalam menyelenggarakan pendidikan kepramukaan yang berkualitas sesuai prinsip dasar dan metode belajar pendidikan kepramukaan.




No comments:

Post a Comment