Friday, March 9, 2018
Latihan Kepramukaan Bukan Pelajaran Kepramukaan
Latihan Kepramukaan Bukan Pelajaran Kepramukaan
Fauzi Kromosudiro 19 January 2012
Saya sangat tersanjung ketika tulisan saya mendapatkan komentar dari Kak Amoroso Katamsi. Sesuatu banget gitu loh! (Meminjam istilah anak muda sekarang). Tokoh sekelas Kak Amoroso Katamsiyang juga Wakil Ketua Kwarnas Bidang Organisasi dan Kerjasama berkenan memberikan masukan atas tulisan saya tentang perlunya Gerakan Pramuka kembali ke ide dasar Baden Powell. Paling tidak ini merupakan sebuah pertanda bahwa Gerakan Pramuka terbuka atas saran dan masukan.
Pemeran tokoh Suharto pada film Pengkhiatan G 30 S/PKI ini, meluruskan tulisan saya tentang keputusan politik tahun 1960-an yang berusaha mengeliminasi paham Baden Powell. Melalui komentar pada grup Jurnal Jambore di Facebook, beliau menjelaskan bahwa dalam perjalanannya keputusan politik tentang eliminasi paham Baden Powell sudah diluruskan oleh tokoh-tokoh pandu yang aktif dalam pembentukan awal Gerakan Pramuka.
Secara organisasi dan kebijakan Gerakan Pramuka tetap menginduk pada World Organsation of Scout Movement (WOSM), dan mengakui ajaran Baden Powell sebagai esensi dari latihan kepramukaan dalam mengembangkan watak dan kecerdasan anak muda Indonesia. Namun demikian pada tataran praktek di lapangan aplikasi esensi dan metode yang dikembangkan oleh Baden Powell tidak nampak pada pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan pada sebagian besar gugusdepan Gerakan Pramuka.
Kepanduan dunia memiliki motto Be Prepared, harapannya setiap pandu siap sedia menolong orang di sekitarnya. Motto ini sebenarnya sangat sederhana, namun jika diaplikasikan akan membentuk watak anak dan remaja menjadi orang yang ringan tangan menolong siapa pun juga. Namun demikian motto ini hanya dapat diaplikasikan pada format pendidikan kepramukan yang berbentuk latihan kepramukaan bukan pelajaran kepramukaan.
Persoalannya, kebijakan mewajibkan siswa sekolah untuk mengikuti pendidikan kepramukaan telah menjadikan latihan kepramukaan menjadi pelajaran kepramukaan. Kebijakan mewajibkan siswa untuk mengikuti pendidikan kepramukaan menuntut penambahan jumlah pembina untuk memenuhi rasio jumlah peserta didik dan pembina pramuka. Pada dekade tahun 1980-an dilaksanakan Kursus Mahir Dasar (KMD) dalam jumlah yang luar biasa, hal mana setiap siswa SPG wajib mengikuti KMD. Sekolah yang mewajibkan siswanya untuk mengikuti pendidikan kepramukaan juga mengirimkan para guru untuk mengikuti KMD, karena ijasah KMD merupakan persyaratan untuk menjadi pembina.
Masifnya pendidikan kepramukaan menyebabkan hal-hal yang esensial menjadi terlupakan. Termasuk bagaimana menyiapkan pembina yang baik sesuai dengan karakter kepanduan karena KMD dilaksanakan secara masif pula. Terlebih pola magang sebagai syarat untuk mengikuti Kursus Mahir Lanjutan sesuai jenjang golongannya tidak diterapkan dengan baik.
Saya justru mendapatkan pemahaman bagaimana mengelola satuan pendidikan kepramukaan sesuai dengan ciri kepanduan justru dari membaca buku-buku karya MH Takijoeddin, di samping buku karya Baden Powell. MH Takijoeddin dalam bukunya mengajarkan kepada pembina bahwa untuk melatih penggalang dikembangkan latihan regu dan latihan pasukan. Agar latihan regu dan latihan pasukan dapat berjalan dengan baik, maka pembina perlu menyiapkan pimpinan regu yang cakap dan memiliki jiwa kepemimpinan yang mumpuni melalui Gladian Pimpinan Regu (Dianpinru). Pemimpin regu dan wakil pemimpin regu disiapkan kecakapan dan kepemimpinannya oleh pembina yang pada gilirannya mereka akan dapat melatih anggota regunya. Jadi pada pelaksanaan latihan pasukan penggalang sebenarnya yang melatih tidak hanya pembina pasukan, pimpinan regu (pemimpin regu dan wakil pemimpin regu) juga berkewajiban untuk melatih anggotanya.
Sayangnya, sangat jarang gugusdepan yang menyelenggarakan Dianpinru. Kebanyakan Dianpinru dilaksanakan pada tingkat kwartir (itu pun biasanya di level Kwartir Cabang) sehingga tidak bisa mencakup seluruh pimpinan regu yang ada di wilayah kwatirnya. Jika gugusdepan kesulitan untuk menyelenggarakan Dianpinru secara mandiri, bisa dilakukan Dianpinru bersama gabungan beberapa gugusdepan. Pada tahun 1980-an saya dengan beberapa pembina pernah melaksanakan Dianpinru bersama. Melalui Dianpinru bersama para pembina bisa berbagi pengalaman tentang aplikasi latihan kepramukaan di pasukannya.
Berkaca dari format Dianpinru yang pernah saya alami ketika penggalang, dimana saat itu kali pertama kami pimpinan regu dikumpulkan di kelas dan diberi pengarahan oleh kakak pembina yang notabene juga guru di sekolah saya. Saya dan kawan-kawan, yang kebetulan juga aktivis di racana pandega yang berpangkalan di IKIP Yogyakarta, mencoba pendekatan learning by doing. Langsung praktek di lapangan dan dikemas dalam bentuk permainan. Sebenarnya pendekatan ini sudah disampaikan pada setiap KMD atau KML, namun sayang hanya tinggal konsep semata saja tidak sampai pada implementasinya.
Buku-buku tulisan MH Takijoeddin telah menginspirasi saya untuk melakukan pencapaian syarat kecakapan umum (SKU) dan syarat kecakapan khusus (SKK) tidak dengan cara yang pernah saya alami. Setiap pramuka penggalang tidak lagi merasakan ujian SKU dan SKK seperti ulangan harian di kelas. Karena pada setiap latihan jika seorang penggalang sudah mampu melaksanakan sesuai dengan butir-butir dalam SKU atau SKK saya langsung memberikan tanda tangan dalam buku SKU/SKK. Untuk pelantikan penggalang ramu saya melakukan pelantikan di rumah dihadiri oleh minimal anggota regu. Uniknya, penyematan tanda kecakapan umum dilakukan oleh ayah atau ibu penggalang tersebut. Hal ini akan memberikan iklim yang kondusif dalam hubungan orangtua dan gugusdepan, dan memberikan pengalaman batin yang luar biasa bagi penggalang.
Selanjutnya, melalui kegiatan langsung praktek dan permainan pimpinan regu dipahamkan motto siap sedia (Be Prepared) sehingga akan menjadi ideologi setiap anggota pasukan. Dan hal itu hanya bisa dilakukan melalui proses belajar melalui pengalaman yang meliputi melakukan, mengungkapkan, menganalisa, menyimpulkan dan menerapkan. Proses ini tidak bisa dilakukan dalam format pelajaran kepramukaan, tetapi hanya bisa dilakukan dalam format latihan kepramukaan.
Kunjungi Perpustakaan Pramuka (khusus buku Kepramukaan) di Kwarcab Kota Semarang. Jl Prof Hamka 234 komplek Kecamatan Ngaliyan. Setiap hari selasa pukul 15.00-17.00 WIB atau Hub kak Awang Wisnuaji Hub 085 226 887 668 ( hanya SMS dan Wa, Tidak menerima telp. Mohon memperkenalkan diri terlebih dahulu)
Info Terbaru
No comments:
Post a Comment